MENCIPTAKAN KARAKTER YANG KUAT

 Cara Menciptakan Karakter yang Kuat Roma 12:12 TB [12] Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!  Paulus, penulis surat kepada Gereja di Roma, sering mendorong para jemaat di Roma di tengah-tengah penganiayaan dan kesulitan yang mereka alami. Paruh pertama surat Paulus mengoreksi beberapa pemikiran mereka, sedangkan paruh kedua berfokus pada karakter dan tindakan mereka. Dalam Roma 12, Paulus mendorong orang-orang percaya untuk menjadikan kasih sebagai motivasi utama mereka dalam melakukan segala hal. Saat kasih menjadi dasar dari diri mereka, maka Tuhan dapat memperbarui dan mengubah setiap bidang kehidupan. Ketika mereka mengizinkan Tuhan untuk mengubah karakter mereka, saat itulah mereka dapat bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan bertekun dalam doa.  Umat Kristiani memiliki pengharapan yang unik di dalam Yesus–kita tahu bahwa Yesus menang atas dosa dan suatu hari akan kembali untuk memperbarui segalanya...

IRI HATI DARI DALAM

 


Iri Hati dari Dalam

Amsal 18:20-21 (TB)  Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya. 

Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya. 

Pernahkah Anda berbicara dengan seorang teman atau kenalan dan bakat, keberuntungan, atau pencapaian seseorang dibicarakan? Jawaban yang mengikutinya kadang adalah sebuah komentar yang mengecilkan orang yang sedang Anda bicarakan.

"Apakah Anda mendengar ________ menulis sebuah buku?"

"Ya, tapi itu diterbitkannya sendiri."

"Gereja mereka benar-benar bertumbuh."

"Tentu saja, saat semuanya adalah tentang hiburan."

"Dia benar-benar turun berat badannya."

"Ya, itu karena bedah bariatrik."

Komentar-komentar seperti itu membuat muak, tapi saya akan menjadi yang pertama untuk mengakui bahwa saya pernah berbicara dan tentunya berpikiran seperti itu dahulu.

Sikap menghakimi kita mungkin membuat kita merasa lebih baik pada saaat kita berusaha untuk menyamakan kedudukan, namun yang benar-benar ditunjukkan adalah pikiran yang lemah dan ketidaksukaan dalam diri kita.

Efesus 4:29 (TB)  Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.

Francis Bacon berbicara tentang iri hati, "Kita yang tidak bisa mencapai kebaikan orang lain merasa puas dengan menghancurkannya." Kita menghancurkan orang lain, sungguh, dengan perkataan kita atau pikiran, gagasan, dan sikap kita. Tak ada satupun diantaranya yang menolong kita untuk menjalani hidup yang bebas dan melimpah yang disediakan bagi kita.

Setiap dari kita memiliki suatu bayangan unik dari kemuliaan Tuhan. Namun seringkali dunia (atau komunitas, kenalan, lingkungan kita) tidak mengenal atau mengetahui kemuliaan unik tersebut. Sebaliknya, ketika kita iri hati, kita mengecilkan kemuliaan. Kita menyerang bakat agar tidak membayang-bayangi diri kita.

Kebenarannya adalah, seseorang akan selalu memiliki lebih, mencapai yang lebih, atau lebih berbakat daripada Anda dalam area tertentu. Ini adalah kodrat dari bagaimana dunia bekerja. Tak seorang pun memiliki segalanya, dan benar, rasa cukup tidak bisa ditemukan di sisi keabadian yang ini. Namun begitu, setiap dari kita memiliki sesuatu yang bernilai, sesuatu yang berharga, sesuatu yang orang lain mungkin iri kepada kita tanpa kita menyadarinya.

Tujuannya adalah bukan untuk menjadi "nomor dua". Paragraf dari novel klasik Atlas Shrugged ini menjelaskannya dengan begitu baik, "Tahukah Anda tanda dari nomor dua? Tandanya adalah kebencian akan pencapaian orang lain. Orang-orang biasa-biasa saja yang sensitif yang duduk gemetar jangan sampai pekerjaan seseorang terbukti lebih besar dari pekerjaan mereka sendiri. Mereka memamerkan giginya pada Anda dari lubang tikus mereka, berpikir bahwa Anda senang kepandaian Anda membuat mereka redup."

Saat saya membaca kutipan ini menyentuh saya karena saya dahulu adalah "nomor dua" yang menyedihkan. Saya percaya bahwa orang lain dengan sengaja mengecilkan saya hanya dengan menjadi lebih baik daripada diri saya—dengan menjadi diri mereka sendiri. Saya iri terhadap pencapaian tertentu namun saya tidak memiliki ambisi untuk mencapainya sendiri. Saya iri terhadap karunia dan bakat tertentu namun saya tidak memiliki wawasan untuk melihat karunia dan bakat saya sendiri. Kutipan itu lalu berkata, "Impian besar mereka {nomor dua} adalah sebuah dunia dimana semua manusia menjadi bawahan mereka. Mereka tidak tahu bahwa impian itu adalah bukti sempurna dari orang yang biasa-biasa saja."

Apakah kita benar menginginkan sebuah dunia dimana setiap orang adalah bawahan kita? Seberapa biasa-biasa saja dunia jadinya? Kehebatan dari orang lain seharusnya membangunkan kehebatan dari diri kita. Namun itu tidak akan pernah terjadi jika kita tidak belajar untuk mengenali, menghargai, dan merayakan kehebatan yang kita lihat dalam orang lain dan menyadari karunia, sifat, dan kepandaian yang Tuhan telah berikan kepada mereka bukanlah alat untuk mengecilkan diri kita.

Kita mungkin mengagumi sesuatu dalam diri seseorang, namun jika kita tidak bersandar kepada dia yang pantas dipuji dan menyatakan kekaguman itu, itu akan membusuk menjadi sebuah racun yang akan membusukkan kita dari dalam.

Kerusakan yang disebabkan di dalam hati kita itu menghancurkan jiwa kita. Perlu usaha untuk menggali perasaan ini, mencabut dari akarnya, dan melihatnya kehilangan kuasa.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN DENGAN KASIH

HIDUP TANPA TERSINGGUNG

HATI TERIKAT PADA TUHAN,BUKAN HARTA